Kamis, 31 Januari 2008

Kasih adalah komitmen

Kalimat itu sudah sering sekali aku dengar dari sahabatku. Dia seorang praktisi di dunia pendidikan, bukan sebagai guru tetapi sebagai direktur dari yayasan sebuah sekolah yang sangat bergengsi. Dan lucunya dia tidak lulus S1, tapi membawahi banyak guru dan kepala sekolah yang sekolahnya tinggi-tinggi. Makanya aku merasa nyaman bersahabat dengan dia sejak kami bujangan, karena aku juga bukan orang sekolahan.

Kasih adalah komitmen, dan aku menerjemahkannya menjadi perkawinan adalah komitmen, dan sama juga bahwa kasih kepada anak adalah komitmen. Dan pernah juga saya baca dan dengar kalimat “mencintai apa adanya” atau “unconditional love”. Juga seperti yang pernah diajarkan oleh Gandhi “mereka yang berjiwa lemah tak akan mampu memberi seuntai maaf tulus. Pemaaf sejati hanya melekat bagi mereka yang berjiwa tangguh”.

Kalau pengalaman pribadi saya dalam berkeluarga dan mempraktekan ajaran-ajaran dari para guru dan sahabat yang saya anggap guru adalah sangat sulit sekali melakukan semua itu, tapi saat kita berhasil melakukan secuil saja dari ajaran kasih itu, perasaan damai dan bahagia benar-benar memenuhi jiwa. Kami sering menyelesaikan masalah bukan dengan duduk berdua untuk kemudian membicaran masalah, yang mana biasanya bukan keluar solusi tapi malah memperlebar masalah, karena masing-masing dari kita merasa benar, tapi kami malah keluar untuk makan bersama ketiga anak kami, untuk kemudian saling melayani, dan bermain bercanda dengan anak-anak kami. Disaat itulah saya merasa bahwa saya sangat membutuhkannya untuk berbahagia bersama anak-anak dan juga “asisten” di rumah. Setelah itu biasanya pembicaraan yang tadinya kaku bisa jadi lumer karena anak-anak kami yang melumerkan kekakuan diantara kami. Dan setelah itu kata dan sikap cinta mulai keluar dari hati kami.

Kembali lagi ke komitmen, yang namanya komitmen asalnya selalu dari diri kita sendiri, seperti kata pepatah, untuk dicintai kita harus mencintai, untuk disukai kita harus menyukai, untuk dihormati kita harus dihormati. Jadi ada baiknya bagi kita untuk mulai melihat Kediri kita sendiri, dan mulai memikirkan tentang apa yang bisa kita rubah dari diri kita untuk mendapatkan kasih dan kebahagiaan yang kita inginkan.

Seperti kata Adnan Khrisna “Be joyfull and share your joy with other”

Tidak ada komentar: