Senin, 21 Januari 2008

Galungan Januari 2008

Selasa, 22 Januari 2008. nanti malam bulan Purnama dan aku bersama istri dan ketiga anaku akn pergi ke Pura untuk sembahyang, dan besok kami juga akan ke Pura untuk sembahyang bersama karena besok hari raya Galungan. Saat Galungan di Semarang, kadangan aku mendengar suara ketukan pisau manghajar cabe, bawang dan bumbu dapur lainnya diatas telenan kayu di tengah ramainya anak-anaku mempersiapkan sekolah paginya. Kalau di Bali, aku masih aingat saat masih kuliah disana, kita semua libur dan semuanya berbahagia seperti layaknya idul fitri di bumi Jawa. Rindu?? ya aku rindu suara itu, aku rindu bau daging mentah yang diurap jadi satu dengan nangka dan sedikit darah, dan aku juga rindu tape yang selalu disediakan saat kita silaturahmi di rumah saudara saat Galungan.

Makna Galungan sendiri bagiku sudah mulai berubah, kalau dulu saat bujangan di Bali. Aku paling suka Galungan karena saatnya kita buat Lawar bersama-sama, lalu kemudian menikmatinya bersama-sama sambil minum tuak sampai pantat kita tidak bisa menyangga perut kita yang kekenyangan dan kepala kita yang muter karena kebanyakan minum tuak. Aku sangat menikmati saaat seperti itu. Saat mulut bersendawa mengeluarkan suara yang keras dan bau yang tidak enak, itu juga menyenangkan. Tapi sekarang, aku mulai bersyukur kalau aku tidak menginginkan suasana seperti itu lagi, aku cuma mikir apa yang nanti dipikirkan ketiga anaku saat melihat Bapaknya mengumbar nafsu makan dan minumnya sampai ketiduran. Sekarang yang aku rindukan adalah saat aku, istriku, dan ketiga anaku berpakaian adat Bali bersama-sama ke pura Giri Natha, berkumpul dengan sesama umat Hindu di Pura, mendengarkan Darma Wacana dan bersembahyang bersama. Paling tidak aku bisa menanamkan pada ketiga anaku bahwa penting sekali untuk mengucapkan terima kasih kepadaNya melalui alam semesta ini, yaitu dengan sesaji. Sesderhana itulah pengertianku tentang Galungan dan sesaji. Dan untuk minum tuak dan makan lawarnya, aku rasa bisa dilakukan jangan pas Galungan dan aku selalu berharap untuk tidak kebablasan. Semua demi makna Galungan, yaitu kemenangan kebaikan melawan ketidakbaikan.

Tidak ada komentar: