Kamis, 24 April 2008

SHE IS BACK!!!!

Masih ingatkah Anda saat pacaran dulu? Naik gunung bareng, berpetualang bareng, kemah bareng. Semuanya bareng, bareng pacar, bareng teman dan sahabat-sahabat kita pokoknya seru deh! Saat-saat seperti itu masih kita lakukan saat anak kita baru satu, namun begitu yang kedua lahir dan bahkan disusul dengan yang ketiga rasanya mulai sulit untuk melakukan hal-hal yang sifatnya ‘outdoor’ kaya dulu lagi. Alasannya macam-macam, ada yang nanti buat susunya susah, nanti kalau mandi di sungai anak-anak masuk angin, nanti anak-anak kedinginan, nanti ini..nanti itu…pokonya kita banyak mengkawatirkan tentang anak kita. Mungkin kita terlalu sentimental..sok melindungi anak. Dan istri kita selalu bilang sekarang khan beda, sudah melahirkan 3 anak otomatis tenaganya udah nggak kaya dulu lagi. I must believe her…karena dia istriku dan dia yang merasakan semua itu.

Tiba-tiba, nggak ada angin nggak ada geledek, dia bilang pengen naik gunung!! I was shocked!!! Dan ‘happy’ tentunya. Setelah korek-korek ternyata gara-garanya adalah dia tadi siang baru saja ketemu tamu yang umurnya lebih tua, punya anak dua tapi masih hobi naik gunung, makanya istriku “kebakar” semangatnya untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan itu lagi.

Jadi sekarang, sepeda kita buat gantian, kalau senin pagi aku pakai maka selasa paginya dia yang pakai, rencananya aku pengen beliin MTB buat dia biar seru. Intinya dia jadi lebih rajin olah raga, untuk kembalikan stamina katanya. Goalnya, dalam waktu dekat kita akan naik gunung Ungaran berdua, mungkin bareng teman-temanku (kayak dulu lagi dia selalu cewek sendirian, lainnya jagoan-jagoan yang siap masak kopi buat dia) atau opsi kedua yang kelihatannya lebih asyik, kemah di gedong songo bareng ketiga anak kita, Luhde 8th, Dena 6th, dan Nyoman 3th …SERU!!!!

Temans, aku happy banget dengan mood istriku yang meluap ini. SHE IS BACK!!!

Senin, 21 April 2008

Akal sehat untuk bersyukur

Apa sebenarnya arti dari akal sehat, yang jelas pasti beda sekali dengan otak yang sehat. Otak yang sehat sifatnya lebih ke hal yang sifatnya klinis seperti aliran darahnya lancar karena rutin konsumsi salmon dan rajin berolah raga sehingga terhindar dari penyakit stroke. Sedangkan akal sehat sifatnya lebih kearah perilaku dan cara berpikir kita. Sekarang ini ada kecenderungan bahwa kita cenderung lebih mementingkan otak yang sehat ketimbang akal yang sehat, dan bahkan banyak yang tidak mementingkan kedua-duanya. Banyak orang yang tidak suka makanan yang ‘sehat’, tidak konsumsi vitamin apalagi berolah raga, dan juga banyak yang ‘lupa’ menggunakan akal sehat yang dimilkinya sejak lahir. Sudah dapat pekerjaan yang bagus, ada bonus (THR), bahkan ada yang dapat bonus 3 bulan sekali dan kalau sakit masuk rumah sakit dibayarin sama asuransi, masih saja mereka complain bahwa kehidupannya kurang baik, kantornya nggak fair dalam memperlakukan mereka. Apakah mereka yang complain itu sudah menggunakan akal sehatnya?

Siapa aku untuk menghakimi mereka?

Aku hanya punya keyakinan bahwa “Gusti ora nate sare” yang kalau di-Indonesiakan “Tuhan tidak pernah tidur”. Dia selalu menjaga kita dan menyediakan jalan yang benar untuk kita. Dan tugasku adalah untuk selalu berusaha bersyukur akan hal itu, setiap saat, setiap hari, setiap waktu. Saat bangun tidur aku bersyukur bahwa aku masih diberi waktu untuk memperbaiki hidupku, saat sampai di tempat kerja aku bersyukur bahwa aku masih diberi kesempatan untuk berkarya, saat pulang aku bersyukur bahwa aku masih diberi waktu untuk melakukan hal lain yang bisa berguna untuk masa depanku, saat sampai dirumah aku bersyukur bahwa aku masih diberi kesempatan untuk berkumpul bersama keluargaku, dan besok paginya saat bangun aku juga bersyukur masih diberi kesempatan untuk bersepeda atau jogging di pagi hari agar tubuhku sehat dan masih sangat banyak lagi hal-hal besar ataupun kecil yang kita bisa syukuri. Aku nggak ngerti apakah aku akan masuk surga? Yang aku tahu bahwa dengan bersyukur aku pasti akan mendapatkan hidup yang lebih baik, karena saat kita bisa menikmati dan mensyukuri apa yang kita dapatkan sekarang, maka Tuhan akan memberikan hal lain untuk kita syukuri. So…let’s always use our ‘akal sehat’ agar kita selalu bisa mensyukuri kehidupan ini. Have a nice day!

Kamis, 17 April 2008

Bersepeda lagi

Setelah sering demam, nggak bisa tidur karena penngen punya sepeda (he..he..kayak anak kecil saja), akhirnya senin malam kemarin semua menjadi luar biasa, aku punya sepeda lagi (maturnuwun istriku…). Terakhir aku punya sepeda adalah saat kelas 2 SMP. Aku masih ingat sepeda balap warna coklat, hari jumat dibelikan ayahku dan hari minggu hilang diembat maling, sedih deh… dan sepedaku sekarang adalah United Miami yang sudah diupgrade diganti handle, velg, ban, sadel, bos, rantai, dan lain-lainnya yang aku belum familiar. Aku beli murah sekali dari teman Cuma 1,1 jt. Dan tiga hari ini setiap pagi aku genjot paling tidak setengah jam muter banyumanik-sukun-karangrejo yang medannya agak naik turun, ternyata dengkul ini lemes juga…intinya aku harus banyak latihan dan jarak tempuhnya semakin hari harus semakin jauh untuk peningkatan endurance. Ayo bersepeda!!! biar tambah bugar…dan bener bro…paginya setelah sampai dipabrik kalau jalan kaki keliling enteng banget langkahnya…..

Rabu, 09 April 2008

Refreshing di Promasan (desa sebelum puncak Ungaran)


Senin sampai jumat setiap hari kerja, jalan macet, tekanan pekerjaan. Ya..itu sebagian dari hidup yang kita lalui. Makanya kalau pengen awet muda dan bisa menjaga keseimbangan kita sekali-sekali harus pergi nyantai seperti saat bujang dulu.

Kamis 20 Maret 2008, pk. 20.30. Nicko, Heri, Aji dan Erfin sudah ngumpul dirumahku di daerah Banyumanik. Tinggal nunggu Budi dan “city boy” Mungkas! Kami semua sudah merasa gerah nungguin mereka berdua. Sampai akhirnya jam Sembilan, kami berangkat diantar istri tercinta (thanks ya Mam udah mau anterin kita2 ke jalan raya dan mau jagain anak2 selama kita bersenang-senang). Ini asyiknya, kita yang rata-rata sudah jadi bapak, masih bawa ransel dan nongkrong di pinggir jalan depan terminal Banyumanik nungguin pick upnya Mungkas. Dan brung…brung..ampun deh suara pick up Mungkas banter banget coy…kita berlima melempar ransel ke bak pick up dan kitapun berloncatan masuk. Mobil meluncur ke lereng gunung ungaran. Kepala ini rasanya dingin banget dan enak banget terkena angin malam apalagi setelah masuk dibelokan yang naik ke daerah jimbaran. Kita yang katanya orang kantoran dan pabrikan memang butuh banget suasana liar seperti ini. Tinggalin tuh tetek bengek yang ada urusannya dengan birokrasi.

Jam 10.00 malam. Pick up diparkir di sebelang rumah perkebunan yang kosong. Tapi busyet deh..mobil Mungkas yang satu ini suaranya memang…ampun deh..bayangin saja saat lewat jalan pedesaan yang kanan kirinya ada rumah penduduk yang udah pada tidur suara knalpotnya kaya suara mobil mau start drag race! Tapi memang penduduk desan luar biasa mereka mau ngerti terhadap orang kota yang kampungan kayak kita ini. Coba kalau lewat jam segitu di kampung bawah..habis sudah kita. Setelah beresin ransel sebentar kita bertujuh berangkat naik.

Perjalanan malam memang luar biasa, lebih cepet, Cuma nggak bisa lihat pemandangan saja. Jam 12.00 tengah malam kita sampai dipersimpangan kebun teh Promosan. Kalau belok kiri ke puncak. Nah tujuan kita adalah bermalam di desa Promasan dan menikmati malam disana. Kita ambil jalur lurus dan akhirnya ampun deh…2 jam kita muter-muter dan bolak-bailk cari pertanda lampu desa promasan tidak ketemu-ketemu. Kami mulai stress..perut lapar dll. Nicko memutuskan untuk membagi beberpa tim untuk bergiliran menyusuri setiap persimpangan yang ada. Untung ada telur asin yang bisa kita makan. Dan akhirnya Mungkas dan Budi mengirimkan sms “silakan meluncur” yang artinya jalan yang mereka coba benar. Sesampai didesa ternyata lampu desanya kalau malam mati, ya jelas saja petunjuk lampu desa tidak pernah kita temukan. Dan karena sudah malam kita tidurnya di barak sambil menikmati angin yang dingin-dingin empuk(bagi yang bawa sleeping bag) dan dingin yang menusuk tulang (bagi yang tidak bawa sleeping bag ha..ha…ha…makanya..)

Photobucket
Mau pulang. dr. kiri ke kanan, Aji, Budi, Mungkas, Erfin, Heri, Hendry
Photobucket
Nicko "bangga" ama permen cupacupnya yang tinggal satu
Photobucket
Jalan setapak

Besok paginya setelah sarapan kita langsung pulang. Terima kasih Allah, Gunung, air, pohon, tanah, angin, kabut, langit, bintang, bulan, kebun teh, kebun kopi, teman-teman.. dan masih banyak yang tidak kusebutkan karena telah memberikan kedamaian dalam pikiran dan hatiku. Sampai ketemu di perjalanan kita berikutnya.Salam sejahtera dan Jaya Indonesia!

Minggu, 06 April 2008

Ikhlas

Ditulis oleh istriku tercinta, Senin 7 April 2008

Ayat – Ayat Cinta yang menghebohkan, membuat aku memutuskan untuk menontonnya. Sebelumnya aku bimbang, baca novelnya atau nonton ya.. Setelah membaca beberapa referensi tentang novel, penulis dan sutradaranya, akhirnya aku putuskan menonton di Bioskop 21 di pusat kota Semarang. Aku minta ijin suami untuk mengajak anak. Dia belum genap 8 tahun, tapi menurut kami dia pantas menonton film tersebut karena kami pikir secara logika dia bisa mengerti pesan yang ada. Jalan berdua dengan dia sore itu, sangatlah menyenangkan. Karena selama ini kami selalu jalan bareng2, alias 1 paket, aku suami dan 3 anak... fuihhh...lebih seru sih, tp kali ini berkesan banget. Apalagi bagi anakku, pertama kalinya dia akan masuk ke bioskop! Sepanjang perjalanan, dia sudah heboh, membayangkan didalam bioskop itu seperti apa, bukan filmnya bo!

Setelah membeli tiket, kami mampir toko optik untuk memeriksakan matanya. Aku sdh curiga waktu dia membaca kamus bahasa inggris, terlalu dekat dan ternyata betul, mata dia minus 0.5! Selesai membayar DP untuk pembelian kaca mata, kami makan malam, pilihan dia ya, fried chicken tentunya...makanan junk food penuh dengan lemak dan kolesterol bagi emaknya!

Jam menunjukkan 18.15, pintu theater sudah dibuka, kami masuk kedalam. Anakkku senguin berat, terus aja bicara, koq gelap ya, ma! Koq kursinya gak bisa buat tiduran ya? Sementara Extra film diputar, judulnya Tali Pocong Perawan..hi...hi..ngeri juga bacanya, eh..tp dia justru terpingkal2 liat mamanya ketakutan dan terkaget2

Film Ayat - Ayat Cinta cukup bagus, ada konflik ada persahabatan ada cinta ada banyak yang dapat aku pelajarin. Dipertengahan film mulai air mata keluar tanpa pamit, penonton terbawa emosi dan larut dalam emosinya.

Pelajaran yang dapat aku ambil dari film tersebut adalah suatu keihlasan. Ikhlas untuk membagi cinta suami kepada orang lain. Tapi meskipun cuman terdiri dari 6 huruf, untuk memenerapkannya tak semudah kita mengucapkannya. Bagaimana kita ikhlas untuk berbagi cinta? Bagaimana kita dengan ikhlas kehilangan orang yang kita cintai, sesuatu yang kita sayangi, melepaskan sesuatu yang telah menjadi darah daging kita.

18 February 1998, Bapak meninggal, awalnya aku sedih sekali, karena Bapak meninggal 1 minggu sebelum hari ultahnya, dimana Bapak minta hadiah yang sudah disanpaikan. Berbulan2 aku tidak bisa menerimanya, apalagi Mama. Bulan demi bulan, Mama terlihat semakin tua, meskipun Mama bilang kalo Mama sudah mengikhlaskan kepergian Bapak, tapi aku nggak yakin. 2, 5 tahun setelah itu, Mama terlihat lebih sumringah, rambut dipotong pendek model bob, ditoning hitam, Mama terlihat cantik sekali, lebih muda mungkin karena Mama sudah bisa ikhlas dengan kepergian Bapak. Namun, aku hanya bisa menikmati keceriaan Mama sesaat, 2 tahun 8 bulan setelah kepergian Bapak, 2 Oktober 2000, Mama menyusul. Sekali lagi aku harus mengikhlaskan kepergian orang yang dekat denganku.

Tahun 1997, aku kehilangan sepeda motor, padahal baru satu bulan aku menerima BPKB, karena motorku baru lunas setelah 2 tahun nyicil. Marah, benci, kecewa.. semua jadi satu. Setelah 1 tahun pontang panting mencari di beberapa polsek/polres, aku baru bisa mengikhlaskan dengan menjual BPKB dan STNK. Setelah itu plong...kita ihlaskan saja,nggak mungkin kembali barangnya tapi mungkin akan diganti oleh Tuhan yang lebih baik

Ikhlas, kapan terakhir kita mengikhlaskan sesuatu? Seorang pimpinan yang korup, sebaiknya mengembalikan yang bukan haknya dengan ikhlas, sebelum diseret kepengadilan. Seorang wanita yang mencintai suami orang, sebaiknya secara ikhlas mulai mengundurkan diri dan merelakan bahwa dia adalah milik keluarganya, istri dan anak2nya. Seorang yang mencintai masa lalunya, sebaiknya sudah mulai melupakan dan merelakan bahwa masa lalu adalah kenangan dan tak mungkin kembali, kecuali kita punya jam waktu yang bisa dimundurkan.

Ikhlas, mari kita belajar untuk bisa mengikhlaskan apa yang sudah pergi, apa yang sudah hilang, apa yang bukan milik kita. Insya Allah, Tuhan akan menggantikannya yang lebih baik. Amien.

Rabu, 02 April 2008

Arjuna atau Sri Rama

Sebagai seorang pria dewasa yang sudah beristri seringkali dihadapkan pada godaan untuk ‘melihat’ wanita lain yang secara fisik ada lebihnya dari pasangan kita. Ada sebagian yang bilang “itu alami bro!..” kita diberi mata oleh Tuhan untuk menikmati hal-hal yang indah-indah, salah satunya ya wanita wanita cantik itu. Ada juga yang langsung mengalihkan ke pemandangan yang lain karena sadar bahwa menurut ajaran keyakinanny wanita itu bukan muhrimnya bahkan berjabat tanganpun dia tak mau. Lalu bagaimana menyikapi hal itu? Mana sih keputusan yang benar?

Dari pembicaraan kecil tadi malam bersama seorang sahabat yang saya anggap sebagai salah satu guru. Akhirnya pilihan itu menjadi sangat sederhana. Katanya “kamu tinggal memilih, mau menjadi seperti Arjuna atau seperti Sri Rama? Aku semakin bingung, karena menurutku kedua lakon pewayangan tersebut sama-sama digjaya sakti mandraguna, sama gantengnya, sama lembutnya dan sama-sama titisan para Dewa.

“Aku bingung bang” kataku

Memang bukan pilihan yang mudah kalau kamu pakai otakmu untuk memilih, coba kau putuskan dengan hatimu. Saat melihat wanita yang bukan istri atau kita sebut saja hal duniawi apa yang dilakukan Arjuna?

“Dia kawini wanita itu Bang”

“Ya itulah Arjuna, dia memang baik, ganteng, lembut dan kesatria yang sakti, siapa sih wanita yang tidak kepencut bila melihat dia. Cuma problemnya dia masih belum bisa menguasai nafsunya yang satu itu”

“Lha kalu Arjuna yang titisan dewa saja tidak bisa, khan lumrah kalau manusia juga tidak bisa”

“Ya itulah manusia yang pengennya meng“amini” tindakan yang salah tapi enak dengan mengutip referensi kitab-kitab yang sebetulnya maksud dari ceritanya bukan untuk itu. Mahabaratha itu dulu ditulis agar kita manusia ini bisa belajar dari cerita yang luar biasa tersebut”

Aku mulai menganggukan kepala seperti biasanya saat sahabatku ‘Brewok’ nama aslinya Wanto mulai bicara serius seperti ini.

“Arjuna sadar akan kelemahannya terhadap hal-hal yang sifatnya dunia, makanya dia memutuskan untuk belajar kepada Sri Rama melalui Kresna yang kita kenal sebagai Bagawadgita, di situ dia baru sadar bahwa banyak hal yang menurut dia benar sehubungan dengan sepak terjangnya sebagai kesatria ternyata salah, dan dia memutuskan untuk nurut sama Sri Kresna”

Aku berpikir, lalu apa hubungannya antara Arjuna dan Sri Rama tentang menyikapi wanita?

“Aku tahu apa yang kamu pikirkan” kata brewok yang membuatku kaget. “Sri Rama saat kehilangan permaisurinya Dewi Shinta dia mencarinya sampai keujung dunia, dia tidak mengalihkan cintanya kepada yang lain, bahkan menyeberang lautanpun dilakukan, bahkan melawan Rahwanapun dia lakukan. Itu semua karena cintanya pada Dewi Sinta”

Aku diam mencerna apa yang dikatakan oleh sahabatku yang jarang pakai baju ini.

“Dari hari kecilku yang paling dalam Bang, aku mau seperti Sri Rama, dan ya aku akan tetap mencitai istriku sampai kapanpun. Kalau nanti ada dewi-dewi yang lain yang telihat dihadapanku, aku pasti akan melihatnya, aku tidak mungkin tidak melihatnya dan aku akan tetap “eling” bahwa aku sudah memiliki dewi yang sudah memberikan cintanya untuk dan sudah pula kuberikan cintaku untuk dia. Dan kelak aku berharap keturunankupun akan memilih untuk tetap setia seperti Sri Rama atau Arjuna ‘setelah’ belajar dari Sri Kresna dalam Bagawadgita”

Brewok tersenyum melihatku, rambutnya yang acak-acakan, dan kumis serta brewoknya yang tidak beraturan tidak bisa menyembunyikan kelembutan hatinya.

“Aku pulang dulu Bang, terima kasih atas pencerahan malam ini”

Sebagian orang memilih untuk menjadi seperti Sri Rama, dan sebagian orang memilih untuk menjadi Arjuna. Apapun yang mereka pilih itu adalah hak mereka. Tapi sebelum memilih ada baiknya kita berpikir, bagaimana jika aku yang dijadikan suami yang kedua? Atau bahkan yang ketiga dan seterusnya. Pikirkan…..

Semarang, 2 April 2008