Minggu, 25 Mei 2008

Masalah = Emasnya Allah

Kemarin hari minggu seorang sahabat dari Jakarta mengatakan kepada kami bahwa saat kita menemui masalah, seharusnya yang kita lakukan adalah bersyukur. Kalimat itu bagi kami sudah sering sekali kami dengar, kami sering praktekan dan juga sering kami lupakan, hanya saja sahabat kami kemarin mengatakan bahwa salah satu dari kepanjangan kata masalah adalah ‘emasnya Allah’, menarik! Seperti sekolah katanya, saat kita SD kita sering menggerutu saat mencongak, tambah-tambahan dan perkalian terasa susahnya minta ampun, namu saat kita lulus dan duduk dibangku kuliah atau mungkin sekarang kita sudah sama sekali tidak merasakan sulitnya tambah-tambahan dan perkalian. Artinya? Dulu kita tidak menyadari bahwa kita bakalan mendapatkan ‘emasnya’ pertambahan dan perkalian, baru sekarang kita menyadari bahwa kita memerlukan ‘masalah pertambahan dan perkalian’ itu untuk menjadi seseorang seperti kita sekarang ini, nggak bisa dibayangkan bagaimana kalau dulu kita dari masalah itu dan sampai sekarang kita tidak bisa pertambahan dan perkalian (jangan dibayangkan nanti stress he..he..he..)

Setelah sahabat kami selesai menjelaskan tentang emas Allah tersebut aku mulai berpikir, apakah aku berani merubah doaku, dari ‘jauhkanlah aku dari segala masalah’ menjadi berikanlah aku kekuatan untuk menghadapi segala masalah agar aku menjadi lebih baik karena untuk menjadi lebih baik kita harus diasah, diasah dengan masalah-masalah yang kita hadapi sehari-hari. Dan aku memutuskan bahwa aku aku berani, karena aku mau menjadi manusia yang lebih baik setiap hari dan menyiapkan diri untuk belajar menghadapi masalah yang akan datang.

' Kebahagiaan di dalam Diri ! '

Ketenangan, kebahagiaan, ketentraman dan kedamaian yang selama ini Anda dambakan, tidak dapat diperoleh dari luar. Anda harus meniti jalan ke dalam diri.

Dikutip dari “Seni Memberdaya Diri 1 Meditasi & Neo Zen Reiki hal 61”

Jumat, 09 Mei 2008

Wayan dari seberang (Bag. 8)

BEDUGUL “DÉJÀ VU”

Wayan.

Baru jam sebelas pagi, suasana Bedugul sungguh membuatku merasa damai hingga aku memutuskan untuk tinggal beberapa malam disini, Dan ini adalah hari ke empat. Tempat yang paling aku sukai adalah restoran terapung dipinggir danau dan aku sangat menyukai susu coklat panas yang mereka buatkan untuku setiap aku duduk di meja paling pinggir yang membuatku tinggal menjulurkan kepalaku untuk melihat air danau di bawah. Hari berlalu dan kuhabiskan waktuku untuk bergaul dan berbicara dengan masyarakat sekitar, mulai dari tukang sapu, juru parker, pramusaji restoran, penjaga dan pemilik artshop, pokoknya siapapun mereka yang aku temui dan berkesempatan untuk berbicara, aku akan berbicara. Hal-hal yang aku tanyakan adalah tentang optimism mereka terhadap perkembangan pariwisata yang lamban akhir-akhir ini. Dari mereka, ada yang positif, ada pula yang negative, semua aku terima, dan aku tidak pernah menyalahkan pendapat mereka. Dari hasil wawancara hari ini biasanya aku buat untuk tulisan keesokan harinya untuk bahan nulis blogku yang punya judul “Bali masih sehat, dan Bali akan sehat”. Setiap pagi setelah sarapan aku langsung meluncur ke restoran terapung ini dan menulis sampai siang kadang sampai sore disana. Aku jatuh cinta pada Bedugul, pada kabutnya yang tipis disiang hari, pada panas terik yang didinginkan oleh angin serta hujan rintik, dan pada gadis bergaun putih yang sering hadir dalam mimpiku.

Dayu, Steve dan Jenifer

“Dayu, you should get one Balinesse handsome boy to join” kata Jenifer

“Nanti aku pasti dapat” teriak Dayu melawan suara angin dan mesin VW safari terbuka milik Jenifer yang dikendarai Arya.

“Where”

“Nanti di Bedugul.ha..ha..ha..”

“Ok”

Mereka bertiga cukup sering pergi mengunjungi tempat-tempat menarik di Bali saat weekend seperti Bedugul, Batur, Ubud, Besakih. Arya sangat suka sekali fotografi dan Jenifer serta Dayu adalah 2 model tetapnya. Mereka berdua selalu melayani permintaan Arya yang aneh-aneh. Satu-satunya permintaan Arya yang tidak mereka penuhi adalah untuk difoto telanjang bulat. Kata mereka “In your dream Arya!!”

VW safari memasuki parkiran danau Bedugul, dan mereka turun untuk makan siang di restoran terapung favorit mereka. Dan mereka memilih meja favorit yaitu meja paling pinggir dekat danau selisih tiga meja dengan seorang pemuda yang sedang bercinta dengan laptopnya.

Pertemuan di alam lain.

“Dayu, Jenifer, aku ingin sekali melukis speedboat yang sedang meluncur dengan latar belakang parkiran boat di dermaga sebelah sana”

“Ok, nanti setelah makan kita kesana”

Mereka menjulurkan kaki merenggangkan badan dan menarik nafas dalam-dalam seolah-olah sebentar lagi oksigen akan habis didunia ini.

“Oh segar sekali” kata Jenifer.

“Hey Dayu, ngapain kamu terus lihat orang itu?”

“Kelihatannya aku pernah bertemu dengannya Arya”

“He’s handsome Dayu”

“Yes, he is”

“And cool”

“Yes he is”

Lalu pemuda itu menutup laptopnya, memasukan ke dalam backpacknya dan berdiri berjalan kearah mejad Arya, dayu dan Jenifer.

“Oh..my God..he’s coming here Dayu..”kata Jenifer menggoda

“Yes, he is”

Arya tahu bahwa Dayu terpana, diberinya kesempatan Dayu untuk terpana. Karena ini adalah sesuatu yang Dayu hampir tidak pernah perlihatkan pada teman-temannya, Dayu orang yang sangat perhatian dengan sikapnya.

Wayan berjalan melewati Dayu dan hanya melirik sebentar dan matanya bertemu dengan mata Dayu. Jantung Dayu berdegup keras sekali, tangannya meremas-remas tissue makan yang ada dimeja, bibirnya tak sanggup untuk tersenyum lebar, ujungnya hanya bisa dia tarik sedikit. Belum pernah aku lihat laki-laki setenang dia.

Wayan sendiri tidak merasakan apa-apa saat matanya bertatapan dengan Dayu, baru setelah melewati tatapan mata Dayu dia merasa ada sesuatu yang tertinggal, dan dia sendiri bingung apa yang yang sebenarnya yang dia rasakan, dan dia memutuskan untuk memalingkan wajah untuk melihat lagi apa yang baru saja dilihatnya. Dan dua pasang mata itu bertemu lagi. Pikirannya seperti dihentakan oleh sesuatu yang belum pernah dia rasakan, seperti diputar ulang, sebentar terasa gelap lalu terang lagi oleh mimpi-mimpi yang berulang kali didapatkannya. Dayu sendiri tidak sanggup melakukan apapun, kepala dan matanya seperti dikunci oleh para leluhur untuk tetap melihat ke sepasang mata yang setenang mata rajawali. Yang ada dalam pikirannya adalah kedamaian dan kegusaran akan cinta yang sebenarnya.

“Dayu, are you OK? Tanya Jenifer.

Dan telinga Dayu seperti ditutupi oleh nasib yang akan segera mengarahkannya ke babak petualangan yang baru.

Lalu tiba-tiba sekilat cahaya menampar pikiran Arya, dan dia tersadar, lalu dia meneruskan berjalan menuju ke tempat parkir dan menaiki sepedanya.

“Hey Dayu, wake up! Seru Jenifer sambil mengguncangkan lengan Dayu. Dan Arya tetap sibuk dengan kameranya mengambil momen wajah Dayu yang menurutnya sangat polos.

“Dayu, akan kulukis sebuah lukisan luar biasa dengan ekspresi wajahmu yang polos seperti itu” kata Arya sambil tertawa.

“Arya, letakan kameramu, it’s something wrong with Dayu”

“I’m OK Jeni” kata Dayu lemah

“Tidak, kau berdiam seperti patung tanpa ekspresi seperti melihat sesuatu yang menyuruhmu diam, laki-laki itu pasti punya kekuatan aneh sampai bisa membuatmu seperti itu”

“Tidak Jeni, dia seperti sudah lama mencariku”

“Dayu, berhentilah bicara tahayul seperti itu”

“Tidak Jeni, aku belum pernah merasa seperti ini, dan aku merasa ini jalanku”

“Sudahlah, kalaian berdua tidak perlu ribut seperti itu, Dayu, bila dia adalah jalanmu maka Sang Hyang Widhi pasti akan mempertemukanmu”

“OK, ayo kita mulai makan, nasi goreng yang dingin tidak ada enaknya”

Dan merekapun mulai makan, tapi pikiran wajah laki-laki tadi tetap berada dipikirannya, dan dia mulai ingat bahwa dia pernah bertemu dengan laki-laki itu, tapi entah dimana, dia telah bebicara terhadap ratusan orang 2 minggu terakhir ini dan bertemu dengan ribuan orang selama beberapa bulan terakhir ini, dia merasa sangat sulit untuk mengingat dimana dia bertemu dengan laki-laki bermata damai itu.

Diakah gadis dalam mimpiku, pikir Wayan sambil terus mengayuh sepedanya menaiki jalan dari parkir menuju ke jalan raya, kalau betul itu dia, aku harus kembali, aku tidak mau kehilangan dia, tapi bagaimana caranya bicara terhadap dia. Rasa-rasanya dia pasti akan menganggapku gila bila aku menjelaskan kepadanya bahwa aku terus memimpikannya. Tapi bila aku tidak menemuinya sekarang, aku pasti akan kesulitan lagi menemukannya, karena Bali semakin padat, dan jaman sekarang pasti lebih sulit dibanding dulu ketika seorang pangeran bertemu dengan pasangan idamannya di hutan lalu membuat sayembara barang siapa dapat menemukan informasi tentang dimana pasangan idamannya tinggal.Aku harus kembali dan menemuinya! Tapi nanti apa yang harus aku bisarakan ke dia. Ah..persetan dengan apa yang nanti aku bicarakan, aku akan menemuinya, aku tidak mau kehilangan kesempatan in, siapa tahu memang dia gadis dalam mimpiku.

Kaki ini terasa begitu berat untuk dilangkahkan, ketiga orang itu Cuma 10 meter didepanku tapi minta ampun lama sekali waktu ini berjalan, dan berat sekali dadaku ini kubawa. Dua teman dari gadis dalam mimpiku itu mulai tertawa kecil sambil matanya melihat kearahku dan kearah gadis itu. Dan gadis itu Cuma, aku yakin dia pura-pura menundukan wajahnya, kadang dia mengangkat wajahnya dan matanya melirik kearahku. Aku menarik nafas panjang mengumpulkan semua kekuatanku.

“Hai, boleh aku ikut duduk disini?” kataku ke 3 orang itu “Namaku e..e..saya Yanto”

Lalu kami saling berkenalan dan aku mulai tahu bahwa gadis itu bernama Dayu, teman bulenya bernama Jenifer dan teman lelakinya bernama Arya.

“Kamu Yanto yang dulu pernah aku minta tolong untuk membantu saat aku demo di mall di denpasar ya?” Tanya Dayu yang mulai mendapatkan ingatannya.

“Yang kapan ya?” Tanya Yanto bingung dan gugup.

“Yang di mall siang hari kira-kira 3 minggu yang lalu, saya minta kamu untuk ambil bedak, ambil lotion, pegang handuk dan lainnya, masak lupa” rengek Dayu berharap Yanto tidak melupakannya.

“Oh ya..aku ingat, ingat sekarang, itu kamu ya..oh..” kata Yanto manggut-manggut, dan dia mulai mengerti sekarang mengapa waktu itu dia juga merasa pernah melihat gadis ini, ternyata memang ini gadis dalam mimpinya.

“Dari logatmu bicara, kamu dari jawa Yanto?” Tanya Arya

”Ya, aku lahir dan lama di Jawa, ibuku orang jawa ayahku orang Bali”

“Oh, lalu disini tinggal dimana?” Tanya Jenifer berbahasa Indonesia dengan logat bule.

“Aku tinggal di Sanur bersama pamanku”

“Dan sekarang sedang berlibur di Bedugul sendirian?” Tanya Dayu terdengar seperti menginterogasi.

“Ya, aku sedang bersepeda keliling pulau Bali, dan sekarang sedang menikmati Bedugul”

“Kamu sendirian keliling Bali naik sepeda?” seru Dayu agak berteriak karena kaget.

“Ya, memangnya kenapa? Banyak khan orang bule yang melakukan hal itu”

“Ya betul sekali, banyak orang bule yang melakukan dan jarang sekali orang Bali yang mau melakukan, makannya banyak buku tentang Bali yang ditulis orang bule” kata Arya.

Lalu pembicaraan mengalir tentang perjalananku berkeliling Bali, semua aku ceritakan kecuali tentang mimpiku tentang seorang tua dan gadis berambut panjang serta bergaun putih yang wajahnya mirip sekali dengan Dayu.

Dayu adalah gadis yang sangat menarik, saat bertanya matanya menari-nari memperlihatkan kecerdasan dan keingintahuannya yang besar. Sangat mandiri dan cenderung suka memerintah serta selalu ingin pertanyaannya dijawab terlebih dahulu. Kedua temannya terlihat sangat mengerti tentang hal itu, mereka selalu mengalah. Matanya bulat, khas mata orang Bali dan juga wajahnya yang bulat. Rambutnya yang hitam tebal siang itu diikat bandana warna merah bermotif bunga. Kaos putihnya jogger dengan tulisan “Muda behagia, tua kaya raya, mati masuk surga” dan celananya jeans biru tua ¾. Bagiku dia sempurna.

Satu jam tak terasa kami berbicara, dan kami saling menukar nomor handphone. Sang Hyang Widi terima kasih karena telah Kau pertemukan aku dengan gadis yang selalu hadir dalam mimpiku. Sepeda ini sangat ringan sekali rasanya, mungkin karena saking bahagianya hatiku menemukan bagian dari mimpiku. Dan kami berempat sepakat untuk bertemu lagi di Pura Jagat Natha alun-alun Denpasar saat bulan purnama minggu depan. Aku langsung memutuskan untuk pulang ke Sanur dua hari setelah pertemuan itu. Waktuku aku habiskan untuk terus menulis dan menyelesaikan blog ‘Bali masih sehat dan Bali akan sehat’

Rabu, 07 Mei 2008

Sepeda VS Kambing VS BBM yang mau naik!!!

Virus sepeda sudah mulai menjalar di keluarga kami, setelah terakhir beli sepeda yang berakhir dengan kesepakatan sepeda dipakai rame-rame alias gantian sesuai kenutuhan sosial dan jasmani masing-masing. Sampai akhirnya kita punya cukup uang untuk beli lagi sepeda MTB seperti Polygon Premier eh..malah mulai ada kabar BBM mau naik ‘mungkin’ 30-40% dalam waktu dekat. Akhirnya kami putuskan untuk menggunakan uang itu untuk hal yang lain dan tetap pada kondisi semua, pakai sepedanya gentian. Mungkin kita simpan uangnya buat jaga-jaga kalau pengeluaran bulanan nanti meledak sebagai efek dari kenaikan BBM seperti biasanya.

Dari hasil diskusi, ada dua pilihan dalam menggunakan uang itu, pertama ditabung, kedua dibelikan kambing!. Terus terang pilihan kedua ini lebih menarik bagi aku, karena memang sudah sejal setahun yang lalu aku ingin sekali punya kambing. Akhirnya kami berdua putuskan untuk menginvestasikan uang tersebut buat kandang kambing di halaman belakang rumah pak Petruk (tetangga didesa sebelah perumahan), intinya kami bekerja sama, kami uangnya, pak Petruk tempat dan memelihara kambing, dan nanti hasilnya dibagi dua sama rata. Kami semangat sekali dengan investasi baru kami ini, disamping murah, ada hasilnya nanti, kami juga bisa membantu orang lain mendapatkan pendapatan tambahan, dan kalau dibilang resikonya? Ya yang namanya usaha pasti lah ada resikonya.

Pagi tadi, rabu, 7 Mei 2008, jam 06.00 aku genjot sepedaku kerumah pak Petruk yang jaraknya Cuma kurang lebih 1 km, dekat sih, tapi jalan turn naiknya itu yang bikin ngos-ngosan, kalau digambarkan turun sekitar 200m kemudian naik 100m (kemiringan 25 derajat) kemudian belok dan naik lagi 100m (kemiringan 30 derajat) diteruskan dengan jalan naik sampai rumahnya. Aku harus duduk menstabilkan nafas sekitar 1 menit sebelum mengetuk pintu rumahnya yang masih ditutup. Lalu pak Petruk mengajak aku ke halaman belakang rumahnya dan….luar biasa ternyata tanpa menunggu ‘uang kandang’ dari aku dia sudah mulai membuat. Kandang sudah berdiri dengan 4 tiang utamanya yang dibeton, tinggal buat lantai, pagar panggung dan atapnya.

Kami sangat bahagia pagi ini, yang ingin kami sharingkan untuk para biker adalah, coba pikir sekali lagi sebelum meng’upgrade’ sepeda dengan peralatan high end yang mahal, kalau memungkinkan investasikan dulu uangnya, siapa tahu 6 sampai 12 bulan kedepan uang dari hasil investasi itu bisa buat upgrade sepeda dan kita masih punya kambing yang bisa beranak-pinak dan bisa punya pendapatan tambahan. Nggak harus kambing, banyak bisnis lain, terserah apa yang anda senangi. Tapi kalau anda duitnya sisa-sisa ya silakan saja upgrade itu sepeda he..he..he..

Semoga berguna.

Senin, 05 Mei 2008

Jalur Kalikayen (Jalur XC Semarang)

Jalur yang aku impikan. Setelah meluncur ke simpang lima di minggu pagi, minta ampun macetnya simpang lima di minggu pagi. Benar-benar sudah saatnya simpang lima dijadikan kawasan bebas kendaraan bermotor di minggu pagi, paling tidak mulai pagi jam 5 sampai jam 8. Semua kendaraan tumplek blek disitu dari mulai dokar, sepeda, sepeda motor sampai mobil disitu semua berlomba. Dan akhirnya SMS dari mas Eko wanamukti menyelamatkan aku dari semrawutnya simpang lima di minggu pagi, “Kita ke jalur meteseh – kalikayen” langsung saja aku jawab kalau aku mau nyusul dan minta petunjuk arahnya lewat sms.

Aku meluncur dari simpang lima ke arah peterongan, langsung naik ke kedungmundu dan setelah lampu merah ambil jalan aspal melewati perumahan sapta marga. Sampai di pasar meteseh, bila terus ke perum dinar mas, kanan ke sigar bencah, ambil ke arah kiri melewati jalan yang sebelah kanan kirinya mulai terlihat sawah subur. Disini pemandangan sudah mulai hijau dan bagus bagi orang kota yang setiap hari Cuma lihat gedung, mobil dan bus. Setelah melewati jembatan besi kira-kita 50m ambil jalan turun ke kanan kemudian ikuti saja jalan asapal yang sudah rusak banyak lubang. Mulai dari situ kita akan banyak melewati rumah penduduk, dan warung jual nasi dan gorengan yang pisang gorengnya empuk, manis dan besar he..he…uenak tenan. Setelah 2 kilometer dengan trek naik turun yang ringan, kita mulai disambut dengan tanjakan yang extrim dan panjang, kalau nggak kuat ya silakan dituntun saja sepedanya, kalau kuat ya silakan. Sampai nanti kita akan menemui persimpangan yang kalau belok kiri ke Penggaron/Ungaran dan kekanan kita ke arah tembalang. Untuk ke Penggaron aku belum coba (mungkin minggu depan) tapi yang ke kanan sudah. Jarak tempuh dari pasar meteseh sampai banyumanik kira-kira 15 s/d 20 km, sorry sepedaku belum dilengkapi alat pengukur jarak tempuh…

Jalur ini enak sekali buat refresing, kalau beruntung kita bisa melihat beberapa burung elang berterbangan dan aku termasuk salah satu yang beruntung karena dapat melihatnya. Aku tidak tahu jenis apa elang itu, tapi jaman sekarang kita nggak gampang melihat burung elang dilangit bebas. Jadi goweser yang rumahnya banyumanik dan sekitarnya bisa ambil jalur muter terserah mau start dari sigar bencah menurun atau dari perumahan tembalang terus turun ke meteseh dan pulangnya dihajar lagi sama tanjakan sigar bencah, tapi tenang wae, karena kalau kita sudah sering dihajar sama sigar bencah, mau tanjakan apapun pasti lebih enteng. Trus bagi goweser yang rumahnya semarang bagian bawah disarankan untuk naik dari pasar meteseh dan turun lewat jalur sukun kemudian turun gombel.

Minggu depan atau kapan aku sempat aku akan coba jalur banyumanik penggaron lewat persimpangan di kalikayen tadi, trus bablas ke ungaran

“Nyepeda gawe bugar tur nambah konco”

Jumat, 02 Mei 2008

Menanjak itu “enak”

Kamis 1 Mei, janjian bareng om Wargo dan Heri di depan kantor polisi E-plaza simpang lima. Jam 05.45 aku meluncur dari rumah banyumanik semarang atas, ini pertama kali aku bersepeda jauh sejak terakhir aku bersepeda jaman waktu SMP dulu. Meluncur turun dari gombel uenak banget trus naik dikit di PLN jatingaleh sudah turun lagi di sultan agung, naik lagi di akpol udah turun lagi di siranda-pahlawan sampai simpang lima. Nggak capek lho mas!! Ya jelas saja lha wong banyak turunnya.

Sambil nunggu mereka aku mulai ‘mikir’ juga ntar bagaimana pulangnya? Tiba-tiba ada bapak2 tua sekitar 50 tahunan, kulitnya item, pakai sepeda balap nyamperin, “nggak ada orang dik?”

“Nggak ada pak, dari mana pak?” memang kata teman-teman biasanya ditempat aku nungguin mereka banyak biker pada nongkrong kalau pagi, cuman pagi tanggal merah ini emang nggak ada orang.

“Dari ungaran” katanya

Wah, ada juga orang ungaran yang bersepeda sampai simpang lima pikirku, “lha bapak rumahnya ungaran?”

“nggak, rumah saya thamrin (semarang bagian bawah), yuk dik kita ke tengah lapangan” katanya

Mendengar itu aku langsung ciut tapi juga langsung semangat, orang setua itu pagi-pagi udah sampai ungaran dan turun lagi ke simpang lima!!!!

Setelah om Wargo da Heri datang, aku ceritakan orang tua tadi, kata mereka itu biasa, banyak yang melakukan. Wah, jadi tambah semangat nih. Kita bertiga lanjutkan perjalanan dengan genjot ke rumah om Wargi di klipang. Ternyata setelah beberapa kali bersepda didaerah atas yang konturnya naik turun membuat perjalanan di jalan datar menjadi lebih enteng. Setelah mampir di rumah om Wargo dan lihat tikus putih peliharaannya yang banyak dan ‘nggilani’ aku dan Heri pulang, aku lanjut sendiri naik ke tanjakan sigar bencah, dan Heri pulang ke gunung pati lewat kota.

Tanjakan sigar bencah memang luar biasa, setelah sebelumnya dihajar dengan jalan perumahan sekitar yang naik turun bikin kempol (‘paha mas’) mau pecah, aku disambut dengan tanjakan memanjang dengan kemiringan kalau nggak salah 20 derajat depanjang 1 kilometer dan ….ampun om…!!!...aku istirahat dua kali sampai akhirnya di tikungan terakhir yang langsung disambut dengan tanjakan berikutnya denan kemiringan sekitar 30 derajat sepanjang 500 meter, aku putuskan untuk turun dan menuntun sepeda karena penglihatanku sudah berkunang-kunang dan jantung detaknya udah makin kenceng, dari pada KO!. Sampai pertengahan aku istirahat lagi dan kucoba untuk genjot lagi sampai kira-kira 20 meter sebelum akhir tanjakan aku turun lagi dan kudorong sepeda sampai puncak dan terus kugenjot sepeda sampai rumah.

Totalnya berapa kilometer aku juga nggak ngerti, mungkin 15-20 kilometeran. Tapi aku puas, dan aku yakin kalau aku rutin latihan aku pasti bisa naik sigar bencah tanpa turun sadel suatu saat. Minggu depan aku coba lagi!