Rabu, 02 April 2008

Arjuna atau Sri Rama

Sebagai seorang pria dewasa yang sudah beristri seringkali dihadapkan pada godaan untuk ‘melihat’ wanita lain yang secara fisik ada lebihnya dari pasangan kita. Ada sebagian yang bilang “itu alami bro!..” kita diberi mata oleh Tuhan untuk menikmati hal-hal yang indah-indah, salah satunya ya wanita wanita cantik itu. Ada juga yang langsung mengalihkan ke pemandangan yang lain karena sadar bahwa menurut ajaran keyakinanny wanita itu bukan muhrimnya bahkan berjabat tanganpun dia tak mau. Lalu bagaimana menyikapi hal itu? Mana sih keputusan yang benar?

Dari pembicaraan kecil tadi malam bersama seorang sahabat yang saya anggap sebagai salah satu guru. Akhirnya pilihan itu menjadi sangat sederhana. Katanya “kamu tinggal memilih, mau menjadi seperti Arjuna atau seperti Sri Rama? Aku semakin bingung, karena menurutku kedua lakon pewayangan tersebut sama-sama digjaya sakti mandraguna, sama gantengnya, sama lembutnya dan sama-sama titisan para Dewa.

“Aku bingung bang” kataku

Memang bukan pilihan yang mudah kalau kamu pakai otakmu untuk memilih, coba kau putuskan dengan hatimu. Saat melihat wanita yang bukan istri atau kita sebut saja hal duniawi apa yang dilakukan Arjuna?

“Dia kawini wanita itu Bang”

“Ya itulah Arjuna, dia memang baik, ganteng, lembut dan kesatria yang sakti, siapa sih wanita yang tidak kepencut bila melihat dia. Cuma problemnya dia masih belum bisa menguasai nafsunya yang satu itu”

“Lha kalu Arjuna yang titisan dewa saja tidak bisa, khan lumrah kalau manusia juga tidak bisa”

“Ya itulah manusia yang pengennya meng“amini” tindakan yang salah tapi enak dengan mengutip referensi kitab-kitab yang sebetulnya maksud dari ceritanya bukan untuk itu. Mahabaratha itu dulu ditulis agar kita manusia ini bisa belajar dari cerita yang luar biasa tersebut”

Aku mulai menganggukan kepala seperti biasanya saat sahabatku ‘Brewok’ nama aslinya Wanto mulai bicara serius seperti ini.

“Arjuna sadar akan kelemahannya terhadap hal-hal yang sifatnya dunia, makanya dia memutuskan untuk belajar kepada Sri Rama melalui Kresna yang kita kenal sebagai Bagawadgita, di situ dia baru sadar bahwa banyak hal yang menurut dia benar sehubungan dengan sepak terjangnya sebagai kesatria ternyata salah, dan dia memutuskan untuk nurut sama Sri Kresna”

Aku berpikir, lalu apa hubungannya antara Arjuna dan Sri Rama tentang menyikapi wanita?

“Aku tahu apa yang kamu pikirkan” kata brewok yang membuatku kaget. “Sri Rama saat kehilangan permaisurinya Dewi Shinta dia mencarinya sampai keujung dunia, dia tidak mengalihkan cintanya kepada yang lain, bahkan menyeberang lautanpun dilakukan, bahkan melawan Rahwanapun dia lakukan. Itu semua karena cintanya pada Dewi Sinta”

Aku diam mencerna apa yang dikatakan oleh sahabatku yang jarang pakai baju ini.

“Dari hari kecilku yang paling dalam Bang, aku mau seperti Sri Rama, dan ya aku akan tetap mencitai istriku sampai kapanpun. Kalau nanti ada dewi-dewi yang lain yang telihat dihadapanku, aku pasti akan melihatnya, aku tidak mungkin tidak melihatnya dan aku akan tetap “eling” bahwa aku sudah memiliki dewi yang sudah memberikan cintanya untuk dan sudah pula kuberikan cintaku untuk dia. Dan kelak aku berharap keturunankupun akan memilih untuk tetap setia seperti Sri Rama atau Arjuna ‘setelah’ belajar dari Sri Kresna dalam Bagawadgita”

Brewok tersenyum melihatku, rambutnya yang acak-acakan, dan kumis serta brewoknya yang tidak beraturan tidak bisa menyembunyikan kelembutan hatinya.

“Aku pulang dulu Bang, terima kasih atas pencerahan malam ini”

Sebagian orang memilih untuk menjadi seperti Sri Rama, dan sebagian orang memilih untuk menjadi Arjuna. Apapun yang mereka pilih itu adalah hak mereka. Tapi sebelum memilih ada baiknya kita berpikir, bagaimana jika aku yang dijadikan suami yang kedua? Atau bahkan yang ketiga dan seterusnya. Pikirkan…..

Semarang, 2 April 2008

Tidak ada komentar: