Rabu, 09 April 2008

Refreshing di Promasan (desa sebelum puncak Ungaran)


Senin sampai jumat setiap hari kerja, jalan macet, tekanan pekerjaan. Ya..itu sebagian dari hidup yang kita lalui. Makanya kalau pengen awet muda dan bisa menjaga keseimbangan kita sekali-sekali harus pergi nyantai seperti saat bujang dulu.

Kamis 20 Maret 2008, pk. 20.30. Nicko, Heri, Aji dan Erfin sudah ngumpul dirumahku di daerah Banyumanik. Tinggal nunggu Budi dan “city boy” Mungkas! Kami semua sudah merasa gerah nungguin mereka berdua. Sampai akhirnya jam Sembilan, kami berangkat diantar istri tercinta (thanks ya Mam udah mau anterin kita2 ke jalan raya dan mau jagain anak2 selama kita bersenang-senang). Ini asyiknya, kita yang rata-rata sudah jadi bapak, masih bawa ransel dan nongkrong di pinggir jalan depan terminal Banyumanik nungguin pick upnya Mungkas. Dan brung…brung..ampun deh suara pick up Mungkas banter banget coy…kita berlima melempar ransel ke bak pick up dan kitapun berloncatan masuk. Mobil meluncur ke lereng gunung ungaran. Kepala ini rasanya dingin banget dan enak banget terkena angin malam apalagi setelah masuk dibelokan yang naik ke daerah jimbaran. Kita yang katanya orang kantoran dan pabrikan memang butuh banget suasana liar seperti ini. Tinggalin tuh tetek bengek yang ada urusannya dengan birokrasi.

Jam 10.00 malam. Pick up diparkir di sebelang rumah perkebunan yang kosong. Tapi busyet deh..mobil Mungkas yang satu ini suaranya memang…ampun deh..bayangin saja saat lewat jalan pedesaan yang kanan kirinya ada rumah penduduk yang udah pada tidur suara knalpotnya kaya suara mobil mau start drag race! Tapi memang penduduk desan luar biasa mereka mau ngerti terhadap orang kota yang kampungan kayak kita ini. Coba kalau lewat jam segitu di kampung bawah..habis sudah kita. Setelah beresin ransel sebentar kita bertujuh berangkat naik.

Perjalanan malam memang luar biasa, lebih cepet, Cuma nggak bisa lihat pemandangan saja. Jam 12.00 tengah malam kita sampai dipersimpangan kebun teh Promosan. Kalau belok kiri ke puncak. Nah tujuan kita adalah bermalam di desa Promasan dan menikmati malam disana. Kita ambil jalur lurus dan akhirnya ampun deh…2 jam kita muter-muter dan bolak-bailk cari pertanda lampu desa promasan tidak ketemu-ketemu. Kami mulai stress..perut lapar dll. Nicko memutuskan untuk membagi beberpa tim untuk bergiliran menyusuri setiap persimpangan yang ada. Untung ada telur asin yang bisa kita makan. Dan akhirnya Mungkas dan Budi mengirimkan sms “silakan meluncur” yang artinya jalan yang mereka coba benar. Sesampai didesa ternyata lampu desanya kalau malam mati, ya jelas saja petunjuk lampu desa tidak pernah kita temukan. Dan karena sudah malam kita tidurnya di barak sambil menikmati angin yang dingin-dingin empuk(bagi yang bawa sleeping bag) dan dingin yang menusuk tulang (bagi yang tidak bawa sleeping bag ha..ha…ha…makanya..)

Photobucket
Mau pulang. dr. kiri ke kanan, Aji, Budi, Mungkas, Erfin, Heri, Hendry
Photobucket
Nicko "bangga" ama permen cupacupnya yang tinggal satu
Photobucket
Jalan setapak

Besok paginya setelah sarapan kita langsung pulang. Terima kasih Allah, Gunung, air, pohon, tanah, angin, kabut, langit, bintang, bulan, kebun teh, kebun kopi, teman-teman.. dan masih banyak yang tidak kusebutkan karena telah memberikan kedamaian dalam pikiran dan hatiku. Sampai ketemu di perjalanan kita berikutnya.Salam sejahtera dan Jaya Indonesia!

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Gw beneran ngiri ama kalian yg kmrn pake sleeping bag X-(
Nyenyak banget ya tidurnya?
Awas lu...
Eh, fotonya ditambahin, biar yg lain pada "mupeng"
Kapan nih jalan lagi?
Ayo, rencana kemah dibahas lebih lanjut.
Aku pesen sleeping bag-nya 1 dulu.
Booked by me!!!
Jgn lupa.