Rabu, 10 September 2008

SEKOLAH BINATANG


Semakin aku kagum terhadap Sinyo, semakin banyak inspirasi yang aku dapatkan dari dia. Salah satunya adalah tentang ‘sekolah binatang’ yang dia ceritakan dan dia bilang juga bahwa cerita ini dia dapat dari sebuah buku yang pernah dia baca.

Diceritakan bahwa suatu saat di sebuah pulau yang banyak hutannya dan kaya alamnya hiduplah seorang maha guru yang mempunyai 4 murid antara lain Elang, kijang, macan dan tupai. Setiap hari maha guru itu mendidik dan mengasah kepandaian serta ketrampilan anak didiknya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki.

Elang menjadi sangat percaya diri dengan keahliannya, dia pandai sekali terbang dan bermanufer di angkasa dan punya mata yang sanggup melihat dimana posisi mangsa dan musuhnya. Dan dia terus berlatih mempertajam kemampuan terbang dan cengkeramannya.

Kijang menjadi semakin cepat dalam berlari dan tambah lincah. Dan dia juga terus berlatih berlari melompat, belok dengan kecepatan tinggi dan lainnya.

Macan juga semakin ahli dalam berlari dan bermanufer untuk mernerkam musuhnya dan ketajaman matanyapun tambah terasah.

Dan tupai menjadi binatang yang paling ahli dalam hal meloncat, sehingga dengan mudahnya dia mendapatkan makanan yang paling disukainya yang terletak di pohon-pohon yang tinggi.

Dan di sisa waktunya sang Maha Guru mengajarkan tentang keahlian binatang-binatang lain sehingga paling tidak mereka tahu kahliah binatang lainnya.

Sampai suatu saat datanglah utusan dari raja penguasa pulau dan membawa mandat bahwa mulai sekarang semua sekolah di seluruh pulau harus mengajarkan hal dengan cara yang seragam, dan raja menginginkan bahwa rakyatnya harus bisa dalam segala hal.
Maha guru tersebuat tidak bisa berkata apapun selain mengangguk dan melaksanakan perintah itu. Dan mulai saat itu dia sering memaksa macan untuk melompat dari dahan yang tinggi ke dahan yang tinggi lainnya sehingga macan sering terjatuh, dan sering meminta elang untuk berlari seperti kijang, dan sering meminta kijang untuk berlatih terbang, dan menyuruh tupai untuk mengaum.

Hari berganti minggu, berganti bulan berganti tahun dan waktu terus mangalir. Tak terasa akhirnya tiba saat dimana mereka harus meninggalkan sekolah untuk mengarungi kehidupan yang sebenarnya. Dan apa yang terjadi dan ditakutkan oleh Maha guru benar-benar terjadi :

Elang sekarang sudah bukan jagoan terbang lagi karena dia lebih sering berlatih berlari ketimbang terbang, sayapnya tidak mempunyai kekuatan yang sebenarnya.Dan biarpun dia sudah sering berlatih berlari namun keahlian berlarinya juga biasa-biasa saja.
Kijangpun sudah tidak bisa berlari kencang, karena tulang kakinya sering patah, jatuh saat berlatih terbang, sehingga sekarang dia bukan pernerbang dan bukan pula pelari unggul.
Macan juga sekarang cacat karena sring jatuh saat berlatih seperti tupai hinggap di dahan yang kecil dan tidak kuat menahan berat badannya yang besar , hingga sekarang dia hanya bisa makan dari pemberian macan yang lain karena dia tidak sanggup berburu.
Dan Tupai, dia lebih sering berteriak-teriak menakut-nakuti temannya padahal teriakannya sama sekali tidak menakutkan bahkan lucu, dank arena sudah jarang meloncat dia sering jatuh saat meloncat dari pohon ke pohon.

Moralnya apa? Kata Sinyo, pendidikan formal disekolahan hamper mirip dengan apa yang diperintahkan oleh raja penguasa pulau itu. Murid yang tidak suka matematika sering dipaksa oleh guru dan orang tuanya untuk belajar matemateka mati-matian sampai si orang tua dan guru itu melupakan kehebatan anak itu dalam hal melukis sehingga akhirnya anak tersebut tertekan dan ikut melupakan keahlian melukisnya.

It’s not easy. Ya memang benar tidak mudah, karena saya sebagai orang tua punya keinginan agar anaknya menjadi juara kelas, hebat dan lain sebagainya. Hanya saja kita perlu berpikir lagi, siapa yang nantinya akan mengarungi kehidupan ini, karena toh kita akan mati dan anak kitalah yang akan hidup sebagai generasi berikutnya. Impian kita belum tentu sama dengan impian anak kita.

Tidak ada komentar: