Jumat, 09 Mei 2008

Wayan dari seberang (Bag. 8)

BEDUGUL “DÉJÀ VU”

Wayan.

Baru jam sebelas pagi, suasana Bedugul sungguh membuatku merasa damai hingga aku memutuskan untuk tinggal beberapa malam disini, Dan ini adalah hari ke empat. Tempat yang paling aku sukai adalah restoran terapung dipinggir danau dan aku sangat menyukai susu coklat panas yang mereka buatkan untuku setiap aku duduk di meja paling pinggir yang membuatku tinggal menjulurkan kepalaku untuk melihat air danau di bawah. Hari berlalu dan kuhabiskan waktuku untuk bergaul dan berbicara dengan masyarakat sekitar, mulai dari tukang sapu, juru parker, pramusaji restoran, penjaga dan pemilik artshop, pokoknya siapapun mereka yang aku temui dan berkesempatan untuk berbicara, aku akan berbicara. Hal-hal yang aku tanyakan adalah tentang optimism mereka terhadap perkembangan pariwisata yang lamban akhir-akhir ini. Dari mereka, ada yang positif, ada pula yang negative, semua aku terima, dan aku tidak pernah menyalahkan pendapat mereka. Dari hasil wawancara hari ini biasanya aku buat untuk tulisan keesokan harinya untuk bahan nulis blogku yang punya judul “Bali masih sehat, dan Bali akan sehat”. Setiap pagi setelah sarapan aku langsung meluncur ke restoran terapung ini dan menulis sampai siang kadang sampai sore disana. Aku jatuh cinta pada Bedugul, pada kabutnya yang tipis disiang hari, pada panas terik yang didinginkan oleh angin serta hujan rintik, dan pada gadis bergaun putih yang sering hadir dalam mimpiku.

Dayu, Steve dan Jenifer

“Dayu, you should get one Balinesse handsome boy to join” kata Jenifer

“Nanti aku pasti dapat” teriak Dayu melawan suara angin dan mesin VW safari terbuka milik Jenifer yang dikendarai Arya.

“Where”

“Nanti di Bedugul.ha..ha..ha..”

“Ok”

Mereka bertiga cukup sering pergi mengunjungi tempat-tempat menarik di Bali saat weekend seperti Bedugul, Batur, Ubud, Besakih. Arya sangat suka sekali fotografi dan Jenifer serta Dayu adalah 2 model tetapnya. Mereka berdua selalu melayani permintaan Arya yang aneh-aneh. Satu-satunya permintaan Arya yang tidak mereka penuhi adalah untuk difoto telanjang bulat. Kata mereka “In your dream Arya!!”

VW safari memasuki parkiran danau Bedugul, dan mereka turun untuk makan siang di restoran terapung favorit mereka. Dan mereka memilih meja favorit yaitu meja paling pinggir dekat danau selisih tiga meja dengan seorang pemuda yang sedang bercinta dengan laptopnya.

Pertemuan di alam lain.

“Dayu, Jenifer, aku ingin sekali melukis speedboat yang sedang meluncur dengan latar belakang parkiran boat di dermaga sebelah sana”

“Ok, nanti setelah makan kita kesana”

Mereka menjulurkan kaki merenggangkan badan dan menarik nafas dalam-dalam seolah-olah sebentar lagi oksigen akan habis didunia ini.

“Oh segar sekali” kata Jenifer.

“Hey Dayu, ngapain kamu terus lihat orang itu?”

“Kelihatannya aku pernah bertemu dengannya Arya”

“He’s handsome Dayu”

“Yes, he is”

“And cool”

“Yes he is”

Lalu pemuda itu menutup laptopnya, memasukan ke dalam backpacknya dan berdiri berjalan kearah mejad Arya, dayu dan Jenifer.

“Oh..my God..he’s coming here Dayu..”kata Jenifer menggoda

“Yes, he is”

Arya tahu bahwa Dayu terpana, diberinya kesempatan Dayu untuk terpana. Karena ini adalah sesuatu yang Dayu hampir tidak pernah perlihatkan pada teman-temannya, Dayu orang yang sangat perhatian dengan sikapnya.

Wayan berjalan melewati Dayu dan hanya melirik sebentar dan matanya bertemu dengan mata Dayu. Jantung Dayu berdegup keras sekali, tangannya meremas-remas tissue makan yang ada dimeja, bibirnya tak sanggup untuk tersenyum lebar, ujungnya hanya bisa dia tarik sedikit. Belum pernah aku lihat laki-laki setenang dia.

Wayan sendiri tidak merasakan apa-apa saat matanya bertatapan dengan Dayu, baru setelah melewati tatapan mata Dayu dia merasa ada sesuatu yang tertinggal, dan dia sendiri bingung apa yang yang sebenarnya yang dia rasakan, dan dia memutuskan untuk memalingkan wajah untuk melihat lagi apa yang baru saja dilihatnya. Dan dua pasang mata itu bertemu lagi. Pikirannya seperti dihentakan oleh sesuatu yang belum pernah dia rasakan, seperti diputar ulang, sebentar terasa gelap lalu terang lagi oleh mimpi-mimpi yang berulang kali didapatkannya. Dayu sendiri tidak sanggup melakukan apapun, kepala dan matanya seperti dikunci oleh para leluhur untuk tetap melihat ke sepasang mata yang setenang mata rajawali. Yang ada dalam pikirannya adalah kedamaian dan kegusaran akan cinta yang sebenarnya.

“Dayu, are you OK? Tanya Jenifer.

Dan telinga Dayu seperti ditutupi oleh nasib yang akan segera mengarahkannya ke babak petualangan yang baru.

Lalu tiba-tiba sekilat cahaya menampar pikiran Arya, dan dia tersadar, lalu dia meneruskan berjalan menuju ke tempat parkir dan menaiki sepedanya.

“Hey Dayu, wake up! Seru Jenifer sambil mengguncangkan lengan Dayu. Dan Arya tetap sibuk dengan kameranya mengambil momen wajah Dayu yang menurutnya sangat polos.

“Dayu, akan kulukis sebuah lukisan luar biasa dengan ekspresi wajahmu yang polos seperti itu” kata Arya sambil tertawa.

“Arya, letakan kameramu, it’s something wrong with Dayu”

“I’m OK Jeni” kata Dayu lemah

“Tidak, kau berdiam seperti patung tanpa ekspresi seperti melihat sesuatu yang menyuruhmu diam, laki-laki itu pasti punya kekuatan aneh sampai bisa membuatmu seperti itu”

“Tidak Jeni, dia seperti sudah lama mencariku”

“Dayu, berhentilah bicara tahayul seperti itu”

“Tidak Jeni, aku belum pernah merasa seperti ini, dan aku merasa ini jalanku”

“Sudahlah, kalaian berdua tidak perlu ribut seperti itu, Dayu, bila dia adalah jalanmu maka Sang Hyang Widhi pasti akan mempertemukanmu”

“OK, ayo kita mulai makan, nasi goreng yang dingin tidak ada enaknya”

Dan merekapun mulai makan, tapi pikiran wajah laki-laki tadi tetap berada dipikirannya, dan dia mulai ingat bahwa dia pernah bertemu dengan laki-laki itu, tapi entah dimana, dia telah bebicara terhadap ratusan orang 2 minggu terakhir ini dan bertemu dengan ribuan orang selama beberapa bulan terakhir ini, dia merasa sangat sulit untuk mengingat dimana dia bertemu dengan laki-laki bermata damai itu.

Diakah gadis dalam mimpiku, pikir Wayan sambil terus mengayuh sepedanya menaiki jalan dari parkir menuju ke jalan raya, kalau betul itu dia, aku harus kembali, aku tidak mau kehilangan dia, tapi bagaimana caranya bicara terhadap dia. Rasa-rasanya dia pasti akan menganggapku gila bila aku menjelaskan kepadanya bahwa aku terus memimpikannya. Tapi bila aku tidak menemuinya sekarang, aku pasti akan kesulitan lagi menemukannya, karena Bali semakin padat, dan jaman sekarang pasti lebih sulit dibanding dulu ketika seorang pangeran bertemu dengan pasangan idamannya di hutan lalu membuat sayembara barang siapa dapat menemukan informasi tentang dimana pasangan idamannya tinggal.Aku harus kembali dan menemuinya! Tapi nanti apa yang harus aku bisarakan ke dia. Ah..persetan dengan apa yang nanti aku bicarakan, aku akan menemuinya, aku tidak mau kehilangan kesempatan in, siapa tahu memang dia gadis dalam mimpiku.

Kaki ini terasa begitu berat untuk dilangkahkan, ketiga orang itu Cuma 10 meter didepanku tapi minta ampun lama sekali waktu ini berjalan, dan berat sekali dadaku ini kubawa. Dua teman dari gadis dalam mimpiku itu mulai tertawa kecil sambil matanya melihat kearahku dan kearah gadis itu. Dan gadis itu Cuma, aku yakin dia pura-pura menundukan wajahnya, kadang dia mengangkat wajahnya dan matanya melirik kearahku. Aku menarik nafas panjang mengumpulkan semua kekuatanku.

“Hai, boleh aku ikut duduk disini?” kataku ke 3 orang itu “Namaku e..e..saya Yanto”

Lalu kami saling berkenalan dan aku mulai tahu bahwa gadis itu bernama Dayu, teman bulenya bernama Jenifer dan teman lelakinya bernama Arya.

“Kamu Yanto yang dulu pernah aku minta tolong untuk membantu saat aku demo di mall di denpasar ya?” Tanya Dayu yang mulai mendapatkan ingatannya.

“Yang kapan ya?” Tanya Yanto bingung dan gugup.

“Yang di mall siang hari kira-kira 3 minggu yang lalu, saya minta kamu untuk ambil bedak, ambil lotion, pegang handuk dan lainnya, masak lupa” rengek Dayu berharap Yanto tidak melupakannya.

“Oh ya..aku ingat, ingat sekarang, itu kamu ya..oh..” kata Yanto manggut-manggut, dan dia mulai mengerti sekarang mengapa waktu itu dia juga merasa pernah melihat gadis ini, ternyata memang ini gadis dalam mimpinya.

“Dari logatmu bicara, kamu dari jawa Yanto?” Tanya Arya

”Ya, aku lahir dan lama di Jawa, ibuku orang jawa ayahku orang Bali”

“Oh, lalu disini tinggal dimana?” Tanya Jenifer berbahasa Indonesia dengan logat bule.

“Aku tinggal di Sanur bersama pamanku”

“Dan sekarang sedang berlibur di Bedugul sendirian?” Tanya Dayu terdengar seperti menginterogasi.

“Ya, aku sedang bersepeda keliling pulau Bali, dan sekarang sedang menikmati Bedugul”

“Kamu sendirian keliling Bali naik sepeda?” seru Dayu agak berteriak karena kaget.

“Ya, memangnya kenapa? Banyak khan orang bule yang melakukan hal itu”

“Ya betul sekali, banyak orang bule yang melakukan dan jarang sekali orang Bali yang mau melakukan, makannya banyak buku tentang Bali yang ditulis orang bule” kata Arya.

Lalu pembicaraan mengalir tentang perjalananku berkeliling Bali, semua aku ceritakan kecuali tentang mimpiku tentang seorang tua dan gadis berambut panjang serta bergaun putih yang wajahnya mirip sekali dengan Dayu.

Dayu adalah gadis yang sangat menarik, saat bertanya matanya menari-nari memperlihatkan kecerdasan dan keingintahuannya yang besar. Sangat mandiri dan cenderung suka memerintah serta selalu ingin pertanyaannya dijawab terlebih dahulu. Kedua temannya terlihat sangat mengerti tentang hal itu, mereka selalu mengalah. Matanya bulat, khas mata orang Bali dan juga wajahnya yang bulat. Rambutnya yang hitam tebal siang itu diikat bandana warna merah bermotif bunga. Kaos putihnya jogger dengan tulisan “Muda behagia, tua kaya raya, mati masuk surga” dan celananya jeans biru tua ¾. Bagiku dia sempurna.

Satu jam tak terasa kami berbicara, dan kami saling menukar nomor handphone. Sang Hyang Widi terima kasih karena telah Kau pertemukan aku dengan gadis yang selalu hadir dalam mimpiku. Sepeda ini sangat ringan sekali rasanya, mungkin karena saking bahagianya hatiku menemukan bagian dari mimpiku. Dan kami berempat sepakat untuk bertemu lagi di Pura Jagat Natha alun-alun Denpasar saat bulan purnama minggu depan. Aku langsung memutuskan untuk pulang ke Sanur dua hari setelah pertemuan itu. Waktuku aku habiskan untuk terus menulis dan menyelesaikan blog ‘Bali masih sehat dan Bali akan sehat’

1 komentar:

Choo Jocelyn mengatakan...

Thanks for tagging, you're? :)